Minggu, 09 Desember 2012

rawat jalan : masa lalu

menjalani hidup yang semakin menuntutku untuk menjadi disiplin, malah membuatku semakin ingin menjadi "urakan" saja.

bukan tentang bagaimana kasab dijalankan harus dengan sepenuh hati dan penuh totalitas, tapi lebih tentang bagaimana diri ini merasakan hal-hal pahit sehingga terbiasa dan timbul rasa acceptance terhadap hal-hal pahit itu. dan aku pikir, waktu yang tepat adalah saat ini, sebelum aku mempunyai tanggungan besar ke depannya, di masa depanku.

rasukan-rasukan lelembut yang entah datang darimana tiba-tiba sering bercokol di pikiranku akhir-akhir ini.

aku ingin merasakan kembali gagal.
dulu, ketika gagal untuk pertama kalinya, aku begitu terpuruk, dan sampi sekarang belum sepenuhnya sembuh.

seiring kuliahku di psikologi, aku merasa aku memang sedang melakukan rawat jalan dengan segala teori-terori kemanusiaan yang aku pelajari, bagaimana menjadi manusia yang mentalnya sehat, yang dapat beraktualisasi diri dan mencapai rasa transenden dengan tanpa menekan  masa lalu. ada satu pendekata konseling, namanya pendekatan eklectic, yang aku rasa memang cocok untuk proses rawat jalanku ini. pendekatan eclectic itu pendekatan yang menggabungkan beberapa paradigma psikologi yang menjadi landasan teori dan praktik dalam membantu penyelesaian masalah seseorang.
aku berpikir, cara Freud dalam memandang manusia ada benarnya dalam arti tertentu. saya sangat setuju dengan teori defence mechanisme-nya yang mana jika dilakukan dengan berlebihan akan menjadi salah satu sebab seseorang bermental sakit. penentu lain dari sehatnya mental seseorang menurut freud adalah keseimbangan antara dorongan id dan tuntutan superego yang mana orang dengan sehat mental akan menyeimbangkan keduanya dengan kekuatan ego, atau ego strenght.
kebetulan, orang yang superegonya tinggi, memang akan dianggap baik di lingkungan sekitarnya, tapi sangat mungkin sekali mengalami penekanan-penekanan keinginan dirinya sendiri. orang yang superegonya tinggi cenderung akan mementingkan orang lain daripada dirinya sendiri, konsep tersebut belum bisa disebut sebagian bagian dari konsep yang ada dalam hadits "khoirunnas anfauhum linnas". belum. karena sama saja, jika mementingkan kepentingan orang lain, tapi menghindari kepentingan diri sendiri, bukankah itu sama saja dengan dzolim? dzolim terhadap diri sendiri? jadi aku berkesimpulan bahwa pemenuhan kepentingan diri sendiri dan kepentingan orang lain harus sama takarannya. dan hal-hal yang ditekan itu yang berasal dari hal-hal tidak mengenakkan, yang dapat menyebabkan kekambuhan perasaan-perasaan negtif suatu waktu- atau mungkin penyakit hati bahasa lainnya, harus dikeluarkan supaya muncul di area kesadaran kita, tidak di wilayah ketidaksadaran lagi, supaya, lebih gampang untuk disembuhkan, "dirapikan" dan diikhlaskan semua perasaan-perasaan itu, dengan cara mengamati dan betul-betul mersakan perasaan-perasaan negatif tersebut secara terbuka dan menerima semuanya. sehingga nantinya, dapat lebih mudah untuk menentukan langkah "penyembuhan".

proses merapikan masalalu itu memang sangat susah. ketika hanya membayangkan saja bagaimana ketika kita harus mengingat sesuatu yang menyakitkan kita, suatu kekecewaan, kesedihan, kemarahan, gregetan, bagaimana bisa semua hal menyesakkan itu dikeluarkan dengan begitu saja? mungkin kita akan berfikir seperti itu. "itu terlalu menyakitkan", atau "aku mungkin nggak akan kuat". "hanya orang bodoh yang mau nginget hal-hal menyakitkan itu", kurang lebih seperti itulah kira-kira komen kebanyakan orang. betul, komen-komen tersebut adalah hal yang memang akan terjadi ketika proses rawat jalan dilaksanakan, maka memang sangat dibutuhkan  sebuah keberanian untuk merenggangkan ego kita, mengalah demi perasaan kita sendiri supaya perasaan negatifpun terasai dan teramati oleh pikiran sadar kita, dan keberanian untuk beroptimis atas segala hal yang awalnya kita anggap tidak mungkin tersebut. mindset memang adalah hal pertama yang harus dirubah, dari suudzon terhadap perubahan itu, menjadi husnudzon, juga termasuk husnudzon yang mendukung faktor-faktor penyembuhan.

ketika terjadi kesakitan-kesakitan biologis, obati itu terlebih dahulu, karena sehat fisiologis dan biologis berjalan lurus dengan sehat psikologis.

mari rapikan masalalu kita, supaya hati kita tidak terpenuhi oleh perasaan-perasaan negatif dan benar-benar meluap dan mnguap bersama keikhlasan diri untuk menerima apapun perasaan baik yang menyakitkan ataupun membahagiakan, sebagai rasa syukur kita terhadap tuhan.

karena musibah maupun bahagia adalah sama-sama anugerah, dan sama-sama cobaan. :D

2 komentar:

  1. Wow... dalem sekali tulisan ini... keep fighting and feel it, Mal!

    BalasHapus
  2. hehe, tunggu tulisanku selanjutnya, lanjutan ini .. hehe
    amin, doanya aja :D

    BalasHapus